Suara Muhammadiyah

Pemahaman Agama Lemah, Anak Muda Rentan Pengaruh Radikalisme

Pemahaman Agama Lemah, Anak Muda Rentan Pengaruh Radikalisme

July 29, 2016

YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.id-Indonesia saat ini berada di tangan para pelajar dan generasi muda. Namun, secara bersamaan mereka pun sangat rentan untuk dijadikan sasaran radikalisasi oleh pelaku terorisme. Mereka yang berada di usia belia itu sangat mudah untuk dipangaruhi oleh doktrin terkait konsep jihad yang justru mencederai bangsa sendiri. Ditambah lagi dengan pemahaman  agama anak muda yang kebanyakan masih tergolong minim.

Demikian dituturkan Buya Syafii Ma’arif dalam dialog pencegahan paham radikal terorisme dan ISIS bersama Muhammadiyah di DIY dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada Kamis, (28/7) di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

 

   “Berbicara mengenai terorisme, mereka melakukan tindakan dengan cara kekerasan, kebiadaban yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kondisi anak muda yang dengan mudahnya dicuci otak, ini disebabkan karena lemahnya pemahaman agama. Sehingga anak muda yang sedang mencari identitas tersebut akan mudah mengikuti apa yang dikatakan oleh para kelompok terorisme tersebut.  Agama sudah tidak berfungsi lagi padahal Islam adalah agama keberadaban bukan agama kebiadaban,” paparnya.

 

   Prof. Buya Syafi’i melanjutkan, terorisme semakin berkembang karena adanya dua hal. Prof. Buya Syafi’I menyebutkan, kedua permasalahan tersebut yaitu adanya pemikiran tentang teologi maut dan adanya kesenjangan sosial. “Semakin berkembangnya kelompok terorisme dengan pemikiran radikalisme, mereka berfikiran bahwa lebih baik mati karena untuk hidup tidak ada harapan akibat dari kondisi masyarakat yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Ini disebut dengan pemikiran teologi maut. Selain itu kerapuhan yang dialami Indonesia saat ini, banyaknya kesenjangan sosial. Coba perhatikan kondisi sosial ekonomi di Indonesia saat ini. Jika perekonomian Indonesia melemah akan memacu para kelompok terorisme untuk melawan pemerintahan,” tandasnya.

 

   Sementara itu, menurut Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir selaku Deputi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan bahwa para terorisme dalam melakukan aksi-aksinya mereka juga memanfaatkan dunia maya. “Mereka sangat pandai memanfaatkan dunia maya untuk mendapatkan anggota. Isi website diselingi tulisan-tulisan yang mengacu pada konten-konten radikal. Apalagi saat ini masyarakat yang ingin tau tentang agama mereka lebih memilih untuk mencari via internet tanpa konfirmasi ulang kepada ulama maupun ustad yang faham agama. Kondisi inilah yang digunakan oleh kaum radikal guna merekrut anggota,” jelas Mayjen Abdul.

 

    Jika berbicara mengenai dunia maya, Mayjen Abdul menambahkan bahwa generasi muda menjadi kelompok yang paling rentan. Kelompok terorisme mengincar generasi muda melalui pemanfaatan media sosial. “Terorisme seakan tidak pernah mati. Dinamika terorisme di Indonesia selalu mengalami perubahan pola yang dinamis baik dalam bentuk modus, pola propaganda, rekruitmen maupun jaringannya. Hal yang paling berbahaya yaitu paham dan ideologinya yang mampu mengubah pandangan dan pola pikir masyarakat. Dan itu dilakukan melalui website sosial media yang saat ini telah ada ribuan website hasil pola pikir radikal,”tambahnya.

   

    Hal senada juga disampaikan Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. Menurutnya, kemunculan dan berkembangnya kelompok terorisme akibat dari pemahaman agama yang sempit, serta berpikir bahwa agama pada posisi terancam. “Terdapat 3 aspek dari pemikir radikal. Pertama yaitu  kecenderungan pemahaman agama yang terbuka. Penafsiran agama yang hanya dari pemahaman sempit dari teks-teks agama. kedua yaitu adanya pengaruh lingkungan, serta munculnya mimpi- mimpi untuk membersihkan kerusakan moral lingkungan dengan pemurnian akidah,” jelas sekretaris PP Muhammadiyah tersebut.

 

   Mu’ti mengatakan, aksi terorisme telah menjadi sebuah fenomena global yang termasuk kedalam kategori kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.  “Secara sederhana, terorisme merupakan suatu bentuk perilaku atau tindakan yang menimbulkan ketakutan masyarakat demi tujuan tertentu dengan cara yang tidak dibenarkan ajaran Islam. Muhammadiyah menolak tegas aksi-aksi terorisme karena mereka menyasar kepada orang-orang yang tidak berdosa,”ungkapnya.

 

    Untuk menanggulangi tersebarnya paham radikalisme oleh kelompok teroris, maka 1000 orang dari warga Muhammadiyah dari berbagai latar belakang baik tokoh agama, akademisi, pemuda, pelajar, guru maupun latar belakang lainnya diharapkan menjadi kekuatan dan modal besar untuk melawan aksi terorisme dan sekaligus membendung paham yang dapat menjerumukan masyarakat pada aksi kekerasan dan terror. Dalam upaya pencegahan tersebut, Muhammadiyah dengan menggandeng BNPT bersama-sama mencegah aksi terorisme dan melindungi generasi muda sebagai generasi emas bangsa.

 

    Selain itu, dalam acara dialog bersama ini juga diadakan Deklarasi Damai dan Penandatanganan “Komitmen Bersama Prof. Buya Syafii Ma’arif saat menyampaikan penjelasannya mengenai jaringan kelompok teroris Terorisme dan ISIS bersama Muhammadiyah di DIY” oleh Deputi BNPT, Perwakilan Gubernur DIY, Kapolda DIY, Danrem 072 Pamungkas, PP Muhammadiyah yang diwakili Dr. H. Abdul Mu’ti, Rektor UMY, Perwakilan Guru, dan Perwakilan Pelajar DIY (hv).

“Milad Muhammadiyah Ke-106” Peduli Pendidikan Tanah Air, Antarkan IPM Raih Penghargaan Nasional dan Internasional

“Milad Muhammadiyah Ke-106” Peduli Pendidikan Tanah Air, Antarkan IPM Raih Penghargaan Nasional dan Internasional

November 18, 2015

Jakarta -Prestasi membanggakan terus ditorehkan oleh salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, yakni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Sebagai sebuah organisasi kepemudaan yang peduli terhadap kemajuan pendidikan tanah air, mengantarkan IPM meraih berbagai penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Penghargaan yang diraihnya pun beragam, mulai dari Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI), Organisasi Kepemudaan (OKP) berprestasi tingkat nasional, hingga penghargaan dari ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Organitations) yang sudah diraihnya sebanyak tiga kali pada tahun 2006, 2012 dan 2014. Bahkan dalam waktu dekat ini IPM juga berhasil masuk dalam nominasi beberapa penghargaan, diantaranya yaitu masuk ke dalam 20 besar nominasi APP (Anugerah Peduli Pendidikan) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang hasilnya akan diumumkan pada bulan Desember mendatang, dan masuk dalam 10 besar nominasi Penghargaan dari BNN (Badan Narkotika Nasional) dalam kategori Organisasi Peduli Narkoba.

Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI) yang baru saja diraih untuk keempat kalinya ini pun berkat keeksistensian dan kepedulian IPM terhadap pendidikan di Indonesia. Organisasi kepemudaan milik Muhammadiyah ini turut membantu pendidikan tanah air dengan membuat sebuah program Rumah Inspiratif Pelajar Indonesia. Sebagaimana diungkapkan oleh M. Khoirul Huda selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM, saat diwawancarai pada Sabtu (14/11). Menurutnya, agenda yang terdapat dalam program Rumah Inspiratif Pelajar Indonesia tersebut terdiri dari pendidikan peningkatan karakter dan kepemimpinan bagi siswa-siswi SMP dan SMA, mendirikan rumah baca di beberapa daerah di Indonesia, dan juga Sekolah Anti Narkoba yang bekerjasama dengan Kementerian Sosial dan BNN. “Melalui berbagai program peduli pendidikan tanah air inilah, kami dapat kembali meraih Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI) 2015 untuk keempat kalinya, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam rangka Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober lalu,” ujarnya.

Khoirul Huda juga mengungkapkan bahwa penghargaan PPI 2015 yang mereka dapatkan tersebut adalah penghargaan organisasi terbaik dalam kategori Sosiopreneurship. Penghargaan tersebut diberikan kepada lima individu dan lima organisasi terbaik di Indonesia. “Dan Alhamdulillah IPM kembali berhasil meraih penghargaan PPI ini. Hal ini tentunya membuktikan keeksistensian dan kepedulian IPM yang merupakan sebuah organisasi pelajar Muhammadiyah terhadap dunia pendidikan di tanah air, dengan berbagai program-program unggulannya,” ungkapnya.

Khoirul Huda juga menjelaskan proses IPM mendapatkan penghargaan PPI tersebut terdiri dari seleksi administratif, penilaian keunggulan program-program, dan juga penilaian keberlanjutan kegiatan yang telah dijalankan IPM selama ini, khususnya dalam bidang pendidikan. “Adapun yang menjadi poin penting dalam penilaian tersebut, IPM merupakan organisasi nasional yang memiliki keanggotaan hampir tersebar di berbagai daerah di tanah air. Selain itu juga, yang menjadikan penilaian lebih dari IPM yaitu kemandirian penyelenggaraan segala program yang dijalankan oleh IPM melalui kewirausahaan,” jelasnya.

Khoirul Huda kembali menambahkan bahwa IPM juga pernah meraih penghargaan membanggakan dari ASEAN TAYO sebanyak tiga kali. Penghargaan tersebut diberikan kepada IPM sebagai salah satu organisasi kepemudaan Indonesia yang berprestasi di tingkat Asia Tenggara. Penghargaan tersebut juga sekaligus menjadikan IPM sebagai Organisasi Kepemudaan (OKP) Terbaik se-ASEAN. “Berbagai penghargaan yang di raih oleh IPM ini pastinya tidak terlepas dari gebrakan-gebrakan program pendidikan yang dilakukan oleh IPM, khususnya dalam bidang literasi pendidikan, yaitu pendidikan dalam hal membaca, menulis dan diskusi bagi pelajar,” imbuhnya. (Adam) (dzar)

MPM Muhammadiyah Bangun Desa Inklusif Warmon Kokoda

MPM Muhammadiyah Bangun Desa Inklusif Warmon Kokoda

October 27, 2015

Sorong - Bagi warga desa di Pulau Jawa, memberikan sebagian hasil panenan kepada tetangga sudah merupakan tradisi. Kebiasaan ini pun dibawa Sunaryo (55) dan Legiyem (54), transmigran asal Boyolali, Jawa Tengah di tanah Papua. Tepatnya di Desa Warmon Kokoda, Kecamatan Mayamuk, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.

 

“Kalau kita pas panen bayam, tomat, loncang, lombok dan panenan lain sering memberikan kepada tetangga di sini (orang asli Papua,red). Itu sudah biasa agar kita bisa lebih dekat dengan warga asli sini,” kata Sunaryo di lahan sawah garapannya, Desa Warmon Kokoda, akhir September 2015 lalu.

 

Salah satu contohnya, Irma (30), warga Desa Warmon Kokoda yang asli Papua menilai Pakde dan Bude (sebutan bagi Sunaryo dan Legiyem) sangat baik. “Seperti ini, saya diberi bayam dan tomat untuk sayur. Saya sering diberi hasil panenan oleh Pakde dan Bude,” kata Irma saat mengambil bayam di sawah garapan Sunaryo yang dekat dengan rumah Irma.

 

Selain memberikan hasil panenan, kata Sunaryo, dirinya juga rela berbagi pengetahuan cara menanam tanaman sayur-sayuran dan buah. Ilmu bercocok tanam itu ditularkan langsung ketika ada pertemuan dengan warga desa tersebut. Bahkan saat menggarap sawah dan ada warga asli Papua ingin belajar bercocok tanam, Sunaryo dengan sukarela memberikannya. “Saya senang berbagi ilmu bercocok tanam dengan warga asli sini,” kata Sunaryo yang bertransmigrasi sejak tahun 1981 silam.

 

Itulah salah satu potret kerukunan antara warga transmigran dan warga asli Papua. Kerukunan warga Warmon Kokoda ini menjadi modal bagi Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah untuk mendampinginya hingga terbentuk desa inklusif. Sikap inklusif adalah mengajak warga untuk memandang positif adanya perbedaan dalam satu desa.

 

“Pemberdayaan dilakukan di lokasi ini lantaran mereka sudah menetap dalam sebuah komunitas, jadi memungkinkan dilakukan pendampingan berkelanjutan. Mereka sudah tinggal di lokasi ini cukup lama, dan kemungkinan untuk berpindah-pindah sangat kecil. Di sini mereka sudah membangun pemukiman, lokasi mencari makan, laut dan hutan dekat dari pemukiman mereka, ada ladang yang dimanfaatkan mereka untuk sekedar bercocok tanam sebisa mereka,” kata Bachtiar Kurniawan, Sekretaris MPM PP Muhammadiyah.

 

Lebih lanjut Bachtiar mengatakan, strategi pelaksanaan program yang akan dilakukan adalah dengan strategi kultural dengan turun langsung dalam proses pendampingan teknis. Manajemen program bersama fasilitator lapangan melakukan intervensi langsung kepada anggota suku Kokoda. Khususnya, terkait dengan sikap dan perilaku hidup supaya bisa berintegrasi dengan masyarakat. Selain itu, menumbuhkan pola pikir yang mau dan bisa mengikuti perubahan serta perkembangan zaman.

 

Untuk mewujudkan hal ini, akan dilakukan pelaksanaan program peningkatan keterampilan hidup (life skill) tentang tata cara bercocok tanam bercocok tanam dan berternak secara terintegrasi. MPM PP Muhammadiyah juga memfasilitasi budi daya pertanian, pengembangan keterampilan membuat makanan dan kerajinan lokal asli suku.

 

Sedang strategi struktural akan dilakukan dengan advokasi. Strategi ini diterapkan untuk membangun kesadaran kepada masyarakat suku akan hak dan kewajibanya sebagai warga negara dan strategi bagaimana mewujudkannya. Di sini, perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan pemerintah di tingkat kabupaten untuk membuka akses dan memfasilitasi masyarakat suku Kokoda untuk bisa terlibat dan menikmati pembangunan. “Mengupayakan pemerintah bisa berperan maksimal dalam peningkatan taraf hidup dasar suku seperti perumahan, sanitasi, layanan pendidikan dan kesehatan, termasuk infrastuktur jalan dan listrik,” kata Bachtiar.

 

Menurut Bachtiar, program pemberdayaan berbasis komunitas tidak bisa dilakukan MPM PP Muhammadiyah sendirian. Karena itu, dibutuhkan sinergi dengan semua baik lembaga swadaya masyarakat, swasta dan pemerintah. Sehingga perlu dibangun kemitraan kepada masyarakat sipil yang ada di Sorong termasuk perguruan tinggi untuk bisa terlibat dalam proses pemberdayaan. Salah satunya, Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Sorong.

 

“Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Sorong dan sekitarnya untuk bisa menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR)-nya untuk proses pemberdayaan masyarakat. Bersinergi dengan pemerintah untuk bisa memberi perhatian yang merata dan seimbang kepada semua lapisan masyarakat, untuk bisa melakukan akselerasi dan prioritas dalam proses pembangunan. Terutama dengan memanfaatkan sebesar-besarnya dana otonomi daerah khusus (Otsus) untuk pembangunan,” jelasnya.

 

MPM PP Muhammadiyah juga akan memberikan technical assistance supaya masyarakat suku Kokoda bisa berpartisipasi terlibat dalam proses pengambilan kebijakan mulai dari tingkat desa, distrik dan memperjuangkanya sampai tingkat kabupaten. Terlebih adanya UU Desa, Suku Kokoda harus memiliki legitimasi administratif, komunitas perkampungan yang mereka buat harus sudah terbentuk menjadi desa. Salah satu dari mereka dipilih untuk menjadi kepala desa agar bisa mempercepat dan mempermudah akses publik dalam kebijakan dan memanfaatkan dana desa untuk proses pembangunan.

 

MPM PP Muhammadiyah mempunyai Program Sekolah Aparatur Desa, fasilitator dan tutor sekolah aparatur desa bisa didayagunakan untuk membantu aparatur desa di Suku Kokoda. Terutama dalam penyusunan program desa yang lebih aspiratif dan tepat sasaran, berjejaring, pembuatan laporan baik program dan keuangan desa serta evaluasi program. Tentu skill tentang pengelolaan pemerintahan desa akan sangat membantu proses pemberdayaan di Suku Kokoda. (Herry Purwata)

Promosikan Islam Ramah Perempuan, ‘Aisyiyah Siap Jalin Kerjasama Dengan Pemerintah Australia

Promosikan Islam Ramah Perempuan, ‘Aisyiyah Siap Jalin Kerjasama Dengan Pemerintah Australia

September 2, 2015

Yogyakarta -Pemerintah Australia mengapresiasi ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan muslim yang mendasarkan gerakannya pada pandangan Islam yang berkemajuan. Hal tersebut disampaikan Paul Grigson, Duta Besar Australia untuk Indonesia dalam kunjungan ke Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah di Kantor PP ‘Aisyiyah, Jl. Ahmad Dahlan No. 32, Yogyakarta, pada Senin (31/08). Ia berharap, Pemerintah Australia bisa menjalin kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil, seperti ‘Aisyiyah. Pada kesempatan tersebut, Paul Grigson mengatakan, bahwa kunjungannya kali ini dimaksudkan untuk menjalin kerjasama lebih erat, “Pemerintah Australia ingin menjalin menjalin kerjasama di bidang budaya dan agama.”

Siti Noordjannah Djohantini, Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, menyambut baik kunjungan Duta Besar Australia. Ia menjelaskan bahwa ‘Aisyiyah merupakan organisasi perempuan muslim yang telah berusia satu abad dengan paham Islam berkemajuan, yaitu Islam yang membawa kedamaian, antikekerasan, antikorupsi, dan memuliakan perempuan. Ia berharap, “kerjasama dengan Australia dapat mempromosikan Islam yang damai kepada masyarakat Australia dan dapat bergaul dengan dunia internasional,” tambah Noordjannah.  

Menurut Grigson, Islam merupakan agama dengan tingkat pertumbuhan paling cepat di Australia dan 50% umat Islam lahir di Australia. Dengan demikian, tambah Grigson, menjadi penting untuk menjalin kerjasama dengan ‘Aisyiyah guna mempromosikan pandangan Islam yang berkemajuan dengan strategi pemberdayaan perempuan untuk mendorong perempuan-perempuan terlibat aktif dalam masalah-masalah social kemasyarakatan.

Untuk mendorong ini, ‘Aisyiyah secara khusus menjalin kemitraan dengan pemerintah Australia melalui program Maju Perempuan untuk Menanggulangi Kemiskinan (MAMPU). Melalui program ini, ‘Aisyiyah telah mendorong pemerintah untuk memberikan akses bagi perempuan terkait layanan kesehatan reproduksi. Tri Hastuti Nur Rochimah, Koordinator program MAMPU ‘Aisyiyah menjelaskan, bahwa program MAMPU sejalan dengan misi ‘Aisyiyah untuk mendorong kepemimpinan perempuan agar terpenuhinya hak-hak layanan dasar bagi perempuan, termasuk hak kesehatan reproduksi dan pemberdayaan ekonomi.

Tri memberikan contoh, bahwa saat ini melalui pemimpin perempuan di tingkat komunitas,  ‘Aisyiyah telah mendorong Puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan dasar di komunitas untuk menyediakan layanan deteksi dini kanker serviks melalui tes IVA (Inspeksi Visual Asetat) dan Pap Smear serta deteksi dini kanker payudara melalui Periksa Payudara Klinis (Sadarnis). Hal tersebut menjadi penting karena belum semua Puskesmas menyediakan layanan tes IVA dan Sadarnis, dan masih minimnya edukasi tentang pentingnya deteksi dini kanker serviks dan payudara bagi perempuan. 

Di Indonesia, tambah Tri, Kanker Payudara dan Kanker Serviks merupakan penyebab kematian pertama dan kedua bagi perempuan. Sedangkan kebanyakan kasus kanker pada perempuan di Indonesia ditemukan dalam kondisi stadium lanjut karena minimnya upaya deteksi dini. “Saat ini, atas inisiatif ‘Aisyiyah, sudah lebih dari 3500 perempuan telah melakukan tes IVA di 11 kabupaten yang menjadi percontohan program,” ungkap Tri.

Selain itu, ‘Aisyiyah telah mendampingi perempuan melalui Balai Sakinah ‘Aisyiyah, yaitu kelompok perempuan di tingkat komunitas, untuk menumbuhkan kesadaran kewargaan perempuan dan kewirausahaan di kalangan perempuan. Lebih lanjut, Tri menjelaskan, hasilnya beberapa komunitas perempuan telah memiliki produk usaha dengan PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), dan mendapatkan akses pemberdayaan ekonomi dari pemerintah daerah, seperti terjadi di Pangkep dan Bantaeng, Sulawesi Selatan. Terkait dengan kepemimpinan local perempuan, ‘Aisyiyah telah mendorong perempuan untuk mengambil peran dalam pengambilan kebijakan di tingkat desa hingga kabupaten, “apalagi dalam konteks implementasi UU Desa,” ujar Tri Hastuti. •(dzar)

 

Din Syamsuddin: Sains Percuma Jika Hampa Makna

Din Syamsuddin: Sains Percuma Jika Hampa Makna

August 25, 2015

Malang - Salah satu akar di balik terjadinya berbagai kerusakan global di dunia ini yaitu paradigma pengembangan sains yang tidak mengindahkan nilai-nilai etis, spiritual dan kebermaknaan. Demikian pernyataan presiden moderator Asian Conference of Religion Peace (ACRP) Din Syamsuddin saat menjadi pembicara pada The 1st International Conference on Pure and Applied Research (ICoPAR) yang berlangsung Sabtu kemarin (22/8) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Menurut Din, paradigma sains hendaknya diarahkan pada nilai-nilai kemaslahatan. Ilmu ekonomi, lanjut Din, pastinya dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan, demikian pula ilmu politik, mestinya diniatkan untuk mewujudkan keadilan. “Kalau politik melanggengkan oligarki, berarti politiknya tidak bernilai, hampa makna,” ujar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.

Untuk itulah, Din menilai, yang terpenting dari sains adalah bagaimana kebermaknaan dan nilai-nilai yang dikandungnya. Dalam konteks pembangunan, kata Din, jika dunia banyak berbicara tentang sustainable development with equity (pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan), maka Islam senantiasa mengajak pada paradigma sustainable development with meaning (pembangunan berkelanjutan yang bermakna).

Paradigma tersebut, papar Din, berakar pada prinsip-prinsip sains Islam yang di antaranya yaitu harmoni dan korespondensi antara dimensi Tuhan dan alam semesta, atau lebih tepatnya dimensi Sang Pencipta dan yang dicipta. Tidak mungkin manusia dan alam semesta bekerja tanpa mengindahkan nilai-nilai etis-spiritual ketuhanan.

Terkait pengembangan sains, Din menegaskan, Islam merupakan agama yang sangat menekankan pentingnya berpikir. Tak heran, dalam al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang diakhiri dengan kata-kata afala ta’qilun (apakah kamu tidak berakal), afala tatafakkarun (apakah kamu tidak berpikir) atau afala yatadabbarun (apakah mereka tidak merenung).

Bagi Din, petikan kata-kata tersebut merupakan sindiran yang bermaksud memerintahkan manusia agar senantiasa berpikir, merenung serta menggunakan akalnya. Din bahkan menyebut bahwa dalam al-Quran pertanyaan retoris seperti di atas disebut tidak kurang dari 200 kali, yang sekaligus menunjukkan betapa pentingnya berpikir.

Nilai-nilai tersebut, kata Din, dalam sains diterjemahkan dalam bentuk penelitian dan pengembangan (research and development). “Sayangnya di Indonesia riset sulit berkembang karena terkendala budget yang minim. Padahal, hal ini sangat krusial, terutama bagi dunia kampus,” ungkap mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini. (han)

UMS Peringkat 3 Web Repository Perguruan Tinggi Indonesia

UMS Peringkat 3 Web Repository Perguruan Tinggi Indonesia

August 18, 2015

Sukoharjo – Website Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berhasil  menduduki peringkat ketiga level Perguruan Tinggi (PT) se-Indonesia, yang meliputi Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.

“Sedang untuk perguruan tinggi swasta justru menduduki rangking pertama di Indonesia,” ungkap Kepala Perpustakaan UMS Pusat, Mustofa kepada redaksi website muhammadiyah.id, Rabu (12/8).

Mustofa mengatakan, Web Repository Rank edisi Juli 2015 pada tingkat perguruan tinggi ASEAN, repository UMS menduduki peringkat 6. Selain peringkat website universitas (webometrics), Mustofa mengemukakan Cybermetrics Lab juga mengadakan pemeringkatan repository universitas se-dunia.

Repository memberikan penilaian konten website, khususnya konten karya ilmiah sebuah perguruan tinggi. Menurut Mustofa, ada empat komponen yang dinilai, yaitu: Size (banyaknya halaman), Visibility (banyaknya link eksternal), Rich Files (jumlah file karya ilmiah yang ada) dan Scholar (banyaknya karya ilmiah yang dikutip pihak lain).

“Pemeringkatan diadakan dua kali setahun, yaitu edisi Februari dan Juli,” ungkapnya.

Sementara, pada edisi kali ini, ranking web repository di Indonesia edisi Juli 2015 untuk sepuluh besar PTN-PTS adalah : 1. Undip, 2. IPB,3. UMS, 4. Universitas Pendidikan Indonesia, 5. Universitas Negeri Yogyakarta, 6. IAIN Sunan Kalijaga, 7.Universitas Negeri Medan, 8. UNS, 9. Universitas Hasanuddin, dan UMM. (dzar)